Oleh: Kosmas Mus Guntur, Aktivis PMKRI
Bendera PMKRI Nasional |
Mahaiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1947 di Gedung Widya Mandala, Yogyakarta di tengah-tengah kancah revolusi Perhimpunan fisik yang sedang memuncak untuk melawan penjajah belanda.
Fungsi dan peran PMKRI saat itu bukanlah melalui jalan yang berliku-liku. Pada tanggal 11 Juni 1951, terbentuklah Federasi antar KSV-KSV (Katolike Studenten Vereneging) dengan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Yogyakarta yang mana mereka semua melebur menjadi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
KSV-KSV tadi adalah dari Jakarta (St. Robertus Bellarminus), Bandung (St. Thomas Aquinas) Surabaya (St. Lucas). Akhirnya disepakati bersama bahwa PMKRI berdiri pada tanggal 25 Mei 1947 dengan Santo pelindung Sanctus Thomas Aquinas. Diawal berdirinya PMKRI hanya mempunyai 4 (Empat) Cabang, Yaitu: Jakarta (St. Robertus Bellarminus), Bandung (St. Thomas Aquinas), Yogyakarta (St. Thomas Aquinas) dan Surabaya (St. Lucas). Kini PMKRI sudah berkembang menjadi 75 cabang yang tersebar di seluruh kota di Indonesia yang ada perguruan tingginya.
Dalam setiap perjuangan PMKRI mempunyai cara-cara dan ciri-ciri yang khas dan khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi lainnya. PMKRI selalu berdiri di garis terdepan dalam membela prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan.
Melalui tulisan ini, penulis sengaja menggunakan terminologi “Telapak Kaki” bukan dalam artian sebagai telapak kaki bagian bawah kaki manusia atau secara anatomis, telapak kaki disebut sebagai aspek plantar dalam ilmu kodokteran dan biologi.
Akan tetapi, terminologi “telapak kaki” diartikan atau diplesetkan secara politis; kedudukan suatu kepengurusan organisasi yang tunduk pada partai politik sebagai kendaraan/instrumen politik tertinggi dalam negara demokrasi yang kita anut saat ini.
Politis memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga politis dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik. Politis adalah bersifat politik arti lainnya dari politis adalah bersangkutan dengan politik.
Melalui tulisan ini pula, penulis sedang tidak menggiring opini publik, penulis hanya ingin mengajak para pembaca yang budiman terkait genitnya ketua PP PMKRI saudara Benidiktus Papa periode 2020-2022 yang berani menyusun struktur kepengurusan dengan mencaplok fungsionaris salah satu partai politik yang kemudian menjadi polemik berkepanjangan.
Kehadiran Hasto Kristiyanto.
Ditengah Kongres Ke-XXXI dan Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) Ke-XXX yang dilaksanakan di Ambon pada Tanggal 5-11 Februari 2020 yang lalu, Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto tiba-tiba hadir ditengah kegiatan yang sedang berlansung dengan label sebagai “Tokoh Katolik Nasional”. Perlu diketahui, sehari sebelum kehadiran Sekjend Partai PDIP itu, salah seorang Anggota Penyatu PMKRI menyampaikan dalam forum tertinggi perhimpunan akan kehadiran Sekjen Banteng Moncong putih tersebut dan ditolak oleh mayoritas pemegang hak suara dalam forum. Namun, Ketua PP PMKRI Periode 2018-2020 Juventus Primayoris Kago atau lebih akab disapa Jipik malah menyambut hangat kehadiran “Tokoh Katolik Nasional” itu.
Dalam agenda puncak yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh insan perhimpunan terpilihlah Benediktus Papa yang merupakan mantan Ketua PMKRI Cabang Makassar.
Pasca Benidiktus Papa atau yang populer dipanggil Beni terpilih, kemudian dilantik pada tanggal 25 April 2020 sebagai tanda sah menahkodai perhimpunan yang beralamat Jl. Samratulangi No. I, Menteng Jakarta Pusat. Dalam acara pelantikan itu juga turut dilantik para fungsionaris PP PMKRI Periode 2020-2022. Anehnya, Beni sebagai pemegang mandat MPA malah menarik pengurus aktif Partai Demokrat atasnama Paulina Citra Dewi yang juga sebagai kader PMKRI Cabang Lampung dan Okto Nahak yang merupakan Sekjend KNPI Bogor yang juga mantan Ketua PMKRI Cabang Bogor.
Kemudian, pria yang akrab disapa Beni itu mempercayakan Okto Nahak sebagai Presidium Gerakan Kemasyarakatan (Germas) dan Paulina Citra Dewi sebagai Ketua Lembaga Pers dan Media PP PMKRI.
Beni Menabrak Konstitusi Perhimpunan.
Buntut dari pelantikan itu, beberapa cabang melayangkan protes bahkan ada mosi tidak percaya kepada pria kelahiran 11 Juni 1993 itu. Hingga saat ini, pria yang hobbi memainkan “Tenis Meja” itu belum juga merespon baik atas surat yang dilayangkan oleh beberapa cabang yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia.
Berdasarkan TAP MPA Nomor 26/TAP/MPA XVIII/1994 Tentang Hubungan PMKRI dan KNPI dan Buku Saku PMKRI bagian networking poin ke 4 yang pada intinya menegaskan bahwa PMKRI bujan bagian dari KNPI dan PMKRI sejajar dengan KNPI. Berdasarkan lampiran TAP MPA No. 12/TAP/MPA XVII/1992 Tentang Keanggotaan dan Fungsionaris Rangkap (poin 5) yang berbunyi: “Untuk organisasi kemasyarakatan dengan kategori kesamaan status, fungsi dan perangkapan anggota dan perangkapan fungsionaris tidak diperbolehkan demi terjaminnya independensi perhimpunan”.
Dalam TAP MPA No. 12/TAP/MPA XVII/1992 Tentang Keanggotaan dan Fungsionaris Rangkap (poin 6) yang berbunyi: “Untuk Organisasi Politik, perangkapan fungsionaris tidak diperbolehkan demi terjaminnya independensi perhimpunan” dan TAP MPA No. 13/TAP/MPA XX/1998 Tentang Revisi Ketetapan MPA No. 12/TAP/MPA XVIII/1992 Tentang Keanggotaan Rangkap Pasal 2 yang berbunyi: “Pasal 7, Bagi Anggota PMKRI yang masuk dalam struktur kepengurusan PMKRI baik ditingkat Pusat maupun Cabang/calon cabang, tidak diperkenankan menjadi anggota organisasi sosial politik”.
Hemat Penulis, posisi PMKRI dan KNPI adalah setara sedangkan untuk partai politik diharamkan demi terjaminnya independensi perhimpunan. Bila menilik buku saku yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PMKRI yang mengatur tentang perihal keanggotaan dan fungsionaris rangkap dan keterlibatan dalam partai politik telah tegas dilarang.
Tindakan Beni telah “memperkosa” perhimpunan yang sangat dicintai oleh segenap insan perhimpunan. Merujuk pada judul “PP PMKRI dibawah Telapak Kaki Partai Politik” bahwa Beni dibawah pengaruh Partai Politik yang disebutkan diatas. Dibuktikan, hingga saat ini Paulina Citra Dewi malah masi aktif di kepngurusan PP PMKRI. Bahkan pada diskusi pada Selasa, 12 Mei 2020 Srikandi asal Cabang Lampung ini justru dipercaya untuk memandu sebuah diskusi publik yang diselenggarakan oleh PP PMKRI dibawah kepemimpinan Benidiktus Papa.
Penulis menegaskan bahwa pengaruh parpol effect sangat terasa sekali, itu terlihat Beni dengan mempetieskan kisruh ini. Melihat masih adanya cabang-cabang yang masih berpangku tangan, penulis memandang bahwa seolah-olah membiarkan kasus ini bergulis terus tanpa ada titik terang.
Lalu, Apa Solusinya?
Dalam polemik yang tak berujung ini, penulis menawarkan beberapa solusi, antara lain: Pertama, Benidiktus Papa harus mamcopot kader yang berbaju partai politik dan yang merangkap jabatan di KNPI. Kedua, seusai kedua kader itu ditendang keluar dari Margasiswa I PP PMKRI, segera konsolidasi nasional untuk menentukan sikap bersama sebagai pemegang hak suara dalam perhimpunan demi menjaga cita-cita luhur para founding father.
Penulis adalah Presidium Germas PMKRI Cabang Jakarta Timur St. Petrus Kanisius, (Dahulu Rayon Jatinegara)
Tulisan ini sebelumnya telah diterbitkan pada laman media ikatolik.com
0 Komentar